Oleh: Siska Saputri (siskasaputri2023@gmail.com)
Hidup adalah permadani pertemuan tak
terduga. Serangkaian momen kebetulan yang membentuk perspektif dan mengubah
takdir saya. Salah satu takdir membawa saya ke International Minangkabau
Literacy Festival-2 (IMLF-2), kegiatan yang sejak itu telah menawan pikiran dan
memicu semangat. Itu adalah pertemuan kebetulan dengan orang-orang hebat dari
berbagai negara yang memicu rasa ingin tahu dan mendorong saya ke jalur luar biasa ini.
International Minangkabau Literacy
Festival-2 (IMLF-2) kembali digelar di Kota Padang, Padang Panjang, Baso dan
Batusangkar Sumatera Barat. Festival literasi yang dinanti-nantikan ini menjadi
magnet bagi para pecinta buku, penulis, dan aktivis literasi dari berbagai
penjuru negeri. Sebagai seorang volunteer di kegiatan ini, bagi saya, IMLF-2
bukan hanya sebuah festival, tetapi sebuah perjalanan inspiratif dan penuh
kebersamaan.
Di sini, saya menemukan samudra
pengetahuan yang tak terhingga, menjalin pertemanan baru dengan para pejuang
literasi, dan merasakan semangat kolektif untuk memajukan literasi di
Indonesia.
Kisah unik sebagai volunteer IMLF-2
dimulai dari penyambutan kedatangan delegasi yang penuh kehangatan. Kegiatan
menyambut delegasi dari berbagai negara tersebut merupakan moment tak
terlupakan, memakaikan syal bercorak batik sebagai bukti bahwa mereka telah
memasuki ranah Minang membuat saya terkesan. Menyambut delegasi dari berbagai
penjuru dunia tak hanya menjadi tugas, tapi kesempatan untuk bertukar cerita,
belajar tradisi baru, dan menyaksikan semangat literasi yang melampaui batas
negara. Momen inilah yang menjadi awal perjalanan IMLF-2 yang tak terlupakan,
penuh warna, dan membukakan mata saya terhadap indahnya keberagaman.
Selain menyambut kedatangan delegasi,
sebagai volunteer saya harus siap siaga dalam mempersiapkan semua kebutuhan
mereka untuk mengikuti berbagai acara yang dirangkum di IMLF-2. Kurang lebih 16
jenis kegiatan dimulai dari seminar literacy, pertunjukan delegasi, eksplorasi
budaya, seminar kebudayaan, dan kegiatan makan malam tradisional dari tanggal 7
sampai 12 Mei yang sangat berkesan. Sebagai volunteer saya mendapatkan banyak
hal, dimulai dari berkesempatan memberikan dedikasi untuk kelancaran acara,
kemudian secara tidak langsung belajar literacy, dibuat kagum oleh karya-karya
luar biasa dari penggiat literacy dari berbagai penjuru dunia. Secara tidak
langsung cinta terhadap literacy tumbuh secara alamiah melalui kegiatan IMLF-2
tersebut.
Sebagai volunteer, secara tidak sadar
kebutuhan delegasi lebih penting dari kebutuhan diri sendiri, membuat mereka
merasa nyaman, merasa kebutuhanya dipenuhi. Terkadang harus melupakan waktu
istirahat demi mempersiapkan kebutuhan delegasi. Tanpa kenal lelah,
menjalaninya dengan penuh tawa dan kebahagiaan. Belajar dari kesalahan dan
langsung memperbaiki saat itu juga. Banyak dinamika yang muncul, namun sebagai
volunteer saya bangga akan proses belajar yang saya dapatkan di kegiatan IMLF-2
ini.
Kemurahan hati para penulis yang
memberikan buku mereka kepada seorang volunteer seperti saya, membuat saya
merasa bangga mendapatkan karya yang begitu luar biasa dari berbagai penulis
terkenal seperti Prof. Aminur Rahman, Ibu Khaty Susan, dan penulis puisi
terkenal dari Sanghai yaitu Anna Keiko.
Namun, di tengah gempuran keceriaan dan
semangat literasi IMLF-2, sebuah bencana longsor tak terduga melanda. Bencana
ini membuat panitia dan delegasi tertahan selama kurang lebih 20 jam di lokasi
kepulangan. Kekhawatiran dan ketakutan mewarnai momen tersebut. Namun, di
tengah situasi yang mencekam, rasa syukur dan kebersamaan justru semakin kuat. Para
volunteer dan delegasi saling membantu, saling menguatkan, dan berbagi makanan
dan minuman seadanya.
Cerita dan tawa kecil di tengah situasi
sulit menjadi pengingat bahwa kita semua adalah satu keluarga. Bencana ini
bukan hanya ujian, tetapi juga momen untuk menyadari betapa berharganya hidup
dan pentingnya kebersamaan. Ketika akhirnya kami bisa keluar dari lokasi
bencana, rasa syukur membanjiri hati. Bencana ini telah mengubah perspektif
kami, mengingatkan kami untuk selalu bersyukur atas setiap momen dalam hidup.
Pengalaman ini juga memperkuat rasa persaudaraan antara panitia dan delegasi, menjadikan IMLF-2 bukan hanya festival
literasi, tetapi juga momen untuk saling menguatkan dan menyebarkan semangat
kebersamaan.
Di akhir IMLF-2, air mata haru membasahi
pipi saat perpisahan dengan para delegasi. Genggaman tangan erat, pelukan
hangat, dan janji untuk kembali bertemu menjadi penutup festival yang tak
terlupakan. Di antara perpisahan yang penuh haru, benih-benih harapan untuk
kembali bersatu di IMLF-3 telah ditanam. Sebagai volunteer, saya berpikir bahwa
kegiatan ini lebih dari sekadar festival literasi, IMLF-2 telah menjadi momen
penyatuan jiwa-jiwa yang haus pengetahuan dan persaudaraan. Pertukaran budaya,
diskusi literasi, dan tawa canda bersama telah menenun ikatan persahabatan yang
tak ternilai. Di balik perpisahan, terukir doa dan harapan agar tali
persaudaraan ini terus terjalin, dan agar IMLF-3 akan menjadi reuni yang penuh
keceriaan dan semangat literasi yang lebih membara.